Pengertian & Dasar Hukum Pembagian Harta Warisan-Pengacara Waris – Anda tidak pernah tahu; hal seperti apakah yang akan terjadi manakala ada pembagian warisan dari orang tua kandung. Jika hanya anak tunggal, kecil kemungkinannya perkara buruk menimpa keluarga.Namun, bagi yang memiliki saudara; bisa jadi muncul perselisihan mengenai harta waris tersebut.
Di sinilah pentingnya
peran pengacara dalam pembagian harta waris.Pengacara dapat menjadi penengah
sekaligus penjamin warisan tersebut berkekuatan hukum.Artinya, keputusan dari
pemberi warisan bersifat tetap dan tidak dapat diganggu gugat.
Pengertian Harta Warisan
Kata “warisan” diambil dari Bahasa Arab—Al-miirats—yang
artinya perpindahan sesuatu kepada orang atau kaum lain. Bentuk warisan
tersebut bisa bermacam-macam, antara lain pusaka, surat wasiat, dan harta.
Biasanya dibuat ketika pemilik masih hidup, lalu dibagikan ketika ia meninggal
dunia.
Dalam istilah fara’id, harta warisan disebut juga tirkah
atau peninggalan.Kata ini berarti segala sesuatu yang diwariskan oleh seseorang
setelah meninggal dunia.Sementara tirkah dimaknai sebagai harta si mayit
sebelum digunakan untuk pemakaman, pelunasan utang, serta wasiatnya.Kalau sudah
dikurangi semua itu, artinya harta siap dibagikan (al-irst).
Jika wujud warisan tersebut berupa harta, ada dua jenis yang
bisa dibagikan kepada ahli waris.Pertama adalah harta bergerak—berupa
kendaraan, sertifikat deposito, dan logam mulia.Sebaliknya, kekayaan tidak
bergerak berbentuk rumah, tanah, serta utang.
·
Dasar Hukum Waris
· Unsur-Unsur dalam Hukum Harta Waris
Dalam Pasal 830 KUHP tentang harta waris disebutkan
bahwa—pewarisan bisa diberikan kepada ahli waris apabila pemilik harta kekayaan
telah meninggal dunia.Selain itu, agar pewarisan dapat terlaksana, diperlukan
unsur-unsur pokok berikut ini.
1.
Ada Pewaris
Pewaris merupakan sebutan untuk orang yang memberikan warisan.Namun, pemberian tersebut tak hanya berupa harta, tetapi juga utang dan berbagai kewajiban lainnya kepada ahli waris. Seperti yang disebutkan sebelumnya—pewaris harus meninggal dunia agar bisa melimpahkan warisan. Menurut Islam, syarat kematian pewaris ada tiga, yaitu hakiki, hukmi, dan taqdiry. Pewaris disebut mati hakiki apabila kematiannya bisa dibuktikan dan disaksikan oleh minimal dua orang.
Sementara itu, kematian hukmi terjadi jika pewaris
dinyatakan meninggal dunia atau hilang oleh hakim.Namun, sebelumnya harus
dilakukan pencarian sampai batas waktu yang ditentukan.
Terakhir adalah kematian taqdiry—peristiwa meninggalnya
seseorang dengan penyebab yang diketahui secara pasti. Semisal, orang tersebut
mengikuti pertempuran di negara lain. Namun, terdapat dugaan kuat bahwa ia
telah tewas dalam peperangan tersebut.
2.
Terdapat Harta Warisan
Unsur berikutnya dalam pewarisan adalah harta murni dari
pewaris.Harta tersebut meliputi semua kekayaan yang dimiliki oleh pemberi
warisan sejak masih hidup sampai dengan meninggal dunia.Namun, harta waris
berbeda dengan harta peninggalan. Hal itu telah disebutkan secara gamblang
melalui Pasal 171 KUHP yang berbunyi sebagai berikut :
“Harta peninggalan
adalah harta yang ditinggalkan oleh pewaris baik yang berupa benda yang menjadi
miliknya maupun hak-haknya.”
“Harta waris adalah harta bawaan ditambah bagian dari harta
bersama setelah digunakan untuk keperluan pewaris selama sakit sampai meninggalnya,
biaya pengurusan jenazah (tajhiz), pembayaran hutang dan pemberian untuk
kerabat.”
3.
Ada Ahli Warisnya
Lalu, apa yang
disebut ahli waris? Baik dari pandangan Islam, maupun KUHP, ahli waris dimaknai
sebagai penerima harta warisan yang sah secara hukum berdasarkan amanat
pemiliknya. Syarat utama untuk menjadi ahli waris, yaitu bersikap terbuka dan
tidak ada hal apa pun yang menghalanginya.
Mengenai
identitas ahli waris, diterangkan dalam Pasal 172 KUHP. Berikut ini bunyinya :
“Ahli waris
dipandang beragama Islam apabila diketahui dari Kartu Identitas atau pengakuan
atau amalan atau kesaksian, sedangkan bagi bayi yang baru lahir atau anak yang
belum dewasa, beragama menurut ayahnya atau lingkungannya.“
Peran Pengacara Keluarga dalam Pembagian Harta Waris
Setelah mengetahui pengertian harta waris dan unsur-unsur di dalamnya, kini Anda harus mempertimbangkan keberadaan pengacara keluarga. Menurut Undang-undang Nomor 18 Tahun 2003, yang dimaksud pengacara adalah advokat yang bertugas memberi jasa hukum dengan cakupan wilayah seluruh Indonesia.Fungsinya bisa dilaksanakan di pengadilan ataupun luar pengadilan.
Lantas, apa peranan pengacara keluarga dalam pembagian harta waris? Simak ulasan berikut ini.
· Menetapkan Ahli WarisMeski aturan mengenai ahli waris sudah ditulis dalam undang-undang, tidak semua orang memahaminya. Peran pengacara yang pertama adalah ikut membantu pewaris ketika menetapkan nama ahli waris. Kemudian, menjadikan keputusan tersebut memiliki kekuatan hukum.
·
Ahli Waris Menurut KUHP
Berdasarkan prinsip pewarisan dari KUHP, seorang ahli waris
harus memiliki hubungan darah dengan pewaris.Supaya lebih jelas, simak empat
golongan ahli waris menurut KUHP berikut ini.
·
Golongan I—Keluarga Kandung atau Istri/Suami yang
Hidup Paling Lama dengan Pewaris
Penerima waris yang menempati golongan I adalah anak-anak
dan pasangan sah dari pewaris.Dalam kasus ini, harta yang diberikan bersifat
mutlak atau tidak bisa dipindahtangankan ke pihak kedua selama ahli waris masih
hidup.
Berbicara soal anak—sebagai ahli waris—ketentuannya sudah
tertulis dalam Pasal 852 KUHP. Berikut bunyi pasalnya :
“Anak-anak atau keturunan-keturunan, sekalipun dilahirkan
dan berbagai perkawinan, mewarisiharta peninggalan para orangtua mereka, kakek
dan nenek mereka, atau keluarga-keluargasedarah mereka selanjutnya dalam garis
lurus ke atas, tanpa membedakan jenis kelamin ataukelahiran yang lebih dulu.”
“Mereka mewarisi bagian-bagian yang sama besarnya kepala
demi kepala, bila dengan yangmeninggal mereka semua bertalian keluarga dalam
derajat pertama dan masing-masing berhakkarena dirinya sendiri; mereka mewarisi
pancang demi pancang, bila mereka semua atassebagian mewarisi sebagai
pengganti.”
Pasal tersebut menyatakan, bahwa anak—yang memiliki hubungan
darah dengan orang tuanya—berhak menerima waris.Dalam kasus ini, termasuk
anak-anak hasil hubungan di luar nikah atau korban perceraian.Hal pewarisan
tersebut juga diatur secara jelas oleh Pasal 862-866 KUHP.
Disebutkan dalam pasal 862-866; ahli waris dari golongan
anak-anak hasil hubungan di luar perkawinan sah berhak mendapatkan :
1.
1/3 apabila pewaris memiliki anak atau istri
sah;
2.
1/2 apabila pewaris meninggalkan keluarga
sedarah, tetapi tidak memiliki keturunan sah;
3.
3/4 apabila ahli waris sah tersebut memiliki
hubungan kekerabatan dengan derajat yang lebih jauh dan;
seluruh harta waris apabila pewaris tidak meninggalkan
keturunan sah atau keluarga sedarah.
Ketentuan keempat bisa berubah jika ahli waris atau
anak-anak hasil hubungan di luar pernikahan meninggal dunia.Maka seluruh harta
waris jatuh ke tangan keturunannya yang sah.
·
Golongan II
Anggota keluarga yang termasuk ahli waris golongan II, yaitu
bapak, ibu, atau saudara kandung dari pewaris.Ahli waris ini bisa mendapatkan
bagian jika golongan I tidak ada.
Ketentuan
mengenai ahli waris golongan II diatur dalam Pasal 854-856 KUHP; yang berbunyi
:
Pasal 854
“Bila seseorang meninggal dunia tanpa meninggalkan keturunan
dan suami atau isteri, maka bapaknya atau ibunya yang masih hidup masing-masing
mendapat sepertiga bagian dan harta peninggalannya, bila yang mati itu hanya
meninggalkan satu orang saudara laki-laki atau perempuan yang mendapat sisa
yang sepertiga bagian.Bapak dan ibunya masing-masing mewarisi seperempat
bagian, bila yang mati meninggalkan lebih banyak saudara laki-laki atau
perempuan, dan dalam hal itu mereka yang tersebut terakhir mendapat sisanya
yang dua perempat bagian.”
Pasal 855
“Bila seseorang meninggal tanpa meninggalkan keturunan dan suami atau isteri, dan bapak atau ibunya telah meninggal lebih dahulu daripada dia, maka bapaknya atau ibunya yang hidup terlama mendapat separuh dan harta peninggalannya, bila yang mati itu meninggalkan saudara laki-laki atau perempuan hanya satu orang saja; sepertiga, bila saudara laki-laki atau perempuan yang ditinggalkan dua orang; seperempat bagian, bila saudara laki-laki atau perempuan yang ditinggalkan lebih dan dua. Sisanya menjadi bagian saudara laki-laki dan perempuan tersebut.”
Pasal 856
“Bila seseorang meninggal tanpa meninggalkan seorang keturunan ataupun suami dan isteri, sedangkan bapak dan ibunya telah meninggal lebih dahulu, maka saudara laki-laki dan perempuan mewarisi seluruh warisannya. “
· Golongan III
Golongan ketiga terdiri dari kakek dan nenek dari keluarga
bapak atau ibu kandung pewaris.Mereka berhak memperoleh harta waris ketika
golongan II mengesampingkan atau tidak ada.
Aturan pembagian waris golongan ketiga tertulis dalam KUHP Pasal 853-858.Di situ disebutkan, bahwa ahli waris harus memiliki hubungan darah dengan ibu atau bapak kandung ke atas. Jika kekerabatannya punya derajat kedekatan yang sama, harta waris dibagi sama rata.
·
Golongan IV
Ahli waris golongan IV menerima warisan jika golongan III
tidak ada atau mengabaikan.Golongan ini terdiri dari keluarga kandung dari
orang tua pewaris, semisal paman dan bibi.Adapun mengenai pembagiannya diatur
dalam Pasal 858, 861, dan 873 KUHP.
Berikut ini bunyi ketentuan dalam Pasal 858 yang mengacu
pada Pasal 853 KUHP :
“Bila tidak ada saudara laki-laki dan perempuan dan juga
tidak ada keluarga sedarah yang masih hidup dalam salah satu garis ke atas,
maka separuh harta peninggalan itu menjadi bagian dan keluarga sedarah dalam
garis ke atas yang masih hidup, sedangkan yang separuh lagi menjadi bagian
keluarga sedarah dalam garis ke samping dan garis ke atas lainnya, kecuali
dalam hal yang tercantum dalam pasal berikut.
Bila tidak ada saudara laki-laki dan perempuan dan keluarga
sedarah yang masih hidup dalam kedua garis ke atas, maka keluarga sedarah
terdekat dalam tiap-tiap garis ke samping masingmasing mendapat warisan
separuhnya. Bila dalam satu garis ke samping terdapat beberapa keluarga sedarah
dalam derajat yang sama, maka mereka berbagi antara mereka kepala demi kepala
tanpa mengurangi ketentuan dalam Pasal 845.”
Bagaimana-Status-Utang-Tanpa-Persetujuan-Pasangan
mencoba melakukan pembunuhan terhadap pewaris;
menghalangi pewaris untuk membuat surat wasiat mengenai
warisan atau mencabutnya dengan sewenang-wenang hingga timbul tindak kekerasan;
merusak, memalsukan, atau menggelapkan surat wasiat serta;
pernah melakukan fitnah pada pewaris sehingga diputus oleh hakim.
Memberikan Pemahamahan Mengenai Hak yang Dimiliki Ahli Waris Menurut KUHP
Ahli waris memiliki hak untuk menentukan sikap dalam menerima seutuhnya, bersyarat, ataupun menolak warisan tersebut. Berdasarkan KUHP, ada empat hak ahli waris, yaitu pemecahan harta peninggalan, saisine, beneficiary, dan hereditas petitio.
Mengenai hak memecah harta peninggalan diatur dalam Pasal 1066 KUHP.Isinya adalah kesepakatan untuk tidak membagi warisan selama kurun waktu 5 tahun.Atau bisa juga sampai diadakan kesepakatan ulang antara ahli waris.
Kemudian, hak saisine—mengatur tentang sikap yang harus diambil penerima waris. Adapun peraturannya tertera di Pasal 833 KUHP dengan bunyi sebagai berikut :
“Para ahli waris, dengan sendirinya karena hukum, mendapat hak miik atas semua barang, semua hak dan semua piutang orang yang meninggal.Bila ada perselisihan tentang siapa yang berhak menjadi ahli waris, dan dengan demikian berhak memperoleh hak milik seperti tersebut di atas, maka Hakim dapat memerintahkan agar semua harta peninggalan itu ditaruh lebih dahulu dalam penyimpanan Pengadilan.
Negara harus berusaha agar dirinya ditempatkan pada kedudukan besit oleh Hakim, dan berkewajiban untuk memerintahkan penyegelan harta peninggalan itu, dan memerintahkan pembuatan perincian harta itu, dalam bentuk yang ditetapkan untuk penerimaan warisan dengan hak istimewa akan pemerincian harta, dengan ancaman untuk mengganti biaya, kerugian, dan bunga.”
Sementara
beneficiary diartikan sebagai hak meminta pendaftaran terhadap wewenang, utang,
serta piutang pewaris. Terakhir adalah hak hereditas petition—hak seseorang
untuk menggugat ahli waris lain yang berusaha menguasai harta warisannya.
Membagi Warisan Sesuai Hukum Waris Islam—bagi Penganutnya
uang-rupiah-kaltara.procal.com
Pic Source : kaltara.procal.com
Indonesia merupakan negara dengan jumlah muslim terbesar di dunia. Karena itu, dalam sistem bagi waris terdapat dua aturan—hukum perdata dan Islam. Perkara waris Islam mengacu pada Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Undang-undang Nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama.
Adapun aturan pembagian warisnya dilandaskan pada Alquran Surat An-Nisa ayat 7, 11, 12, 33, dan 176.Surat An-Nisa ayat 11 mengatur tentang bagi warisan menurut hubungan darah.Dalam surat ini tertera bahwa :
anak laki-laki mendapatkan harta warisan dua kali anak
perempuan;
dua orang anak perempuan memperoleh masing-masing 2/3 dari
harta;
jika pewaris hanya punya satu orang anak perempuan, ia
berhak memperoleh setengah dari harta pewaris;
jika pewaris memiliki saudara, ibunya berhak menerima 1/6;
jika pewaris tidak mempunyai anak atau saudara kandung, 1/3 harta jatuh ke tangan ibunya.
Apa pun yang bersifat online, biasanya dikenakan tarif tambahan. Semisal, Anda memasang aplikasi marketplace di smartphone.Saat mengoperasikannya, muncul beberapa tayangan iklan berbayar. Pun ketika ingin mengunduh aplikasi tersebut, perlu biaya tambahan berupa kuota.
· Menyelesaikan Sengketa Warisan
Semestinya, hukum waris bisa mencegah sengketa antaranggota keluarga.Namun ternyata, konflik perebutan warisan tetap terjadi di tengah masyarakat.Perkaranya sederhana—pembagian harta kerap tidak proporsional. Karena itu, ada pihak yang merasa dikesampingkan oleh anggota keluarga lain.
Menyelesaikan sengketa warisan merupakan salah satu tugas pengacara keluarga. Jika tidak bisa dituntaskan dengan cara kekeluargaan, maka penggugat berhak mengajukan ke meja hijau (pengadilan). Nah, berikut ini adalah prosedur penyelesaian sengketa warisan.
Pertama, Anda harus menentukan wilayah fatwa. Hal ini meliputi penjelasan tentang jumlah atau bagian masing-masing ahli waris berdasarkan KUHP atau faraidh. Dalam tahapan ini, beberapa tokoh agama, lembaga fatwa, maupun tokoh masyarakat yang mengetahui hukum waris berhak memberikan saran.
Kedua, tetapkan wilayah qadha—harta jenis apakah yang dibagikan. Di sini, pewaris harus memisahkan antara harta warisan dan peninggalan. Agar masalah ini cepat selesai, mungkin bisa melibatkan instansi pemerintah—pengadilan agama.
Langkah berikutnya adalah mendata ahli waris dari jalur bapak. Cari tahu secara detail, apakah memiliki ibu tiri, istri kedua, atau anak selain Anda. Kemudian, periksalah saudara laki-laki dan perempuan Bapak.
Tahapan selanjutnya, coba selidiki—apakah anak dari bapak memiliki hak sederajat dengan Anda. Dalam hal ini, Anda harus objektif; tidak boleh membedakan antara saudara tiri atau kandung.
Terakhir, cermati aturan pembagian warisan berdasarkan Islam bagi penganutnya. Selain dilandaskan pada hubungan darah, seseorang bisa menjadi ahli waris apabila ada hubungan pernikahan, saudara, atau kekerabatan.
Pembagian warisan berupa tanah didasarkan pada hukum waris perdata dan Islam. Semuanya tercantum dalam Pasal 189 Gabungan Hukum Islam dengan bunyi sebagai berikut :
Apabila warisan yang juga akan dibagi berbentuk tempat pertanian yang luasnya kurang dari dua hektare, agar dipertahankan kesatuannya seperti awal mulanya, serta digunakan untuk kebutuhan dengan beberapa pakar waris yang berkaitan.
Apabila ketetapan itu pada ayat (1) pasal ini tidak bisa
saja streaming mnctv karna diantara beberapa pakar waris yang berkaitan ada
yang membutuhkan uang jadi tempat itu bisa dipunyai oleh seseorang atau lebih
pakar waris yang lewat cara membayar harga nya pada pakar waris yang memiliki
hak sesuai sama bagiannya semasing.